Kisah Nasib Kelam Pambudi Jadi Anak PKI

Pambudi, 61 tahun, mencoba mengingat kisah kelam dalam hidupnya. Sesekali dia menerawang mengingat kejadian masa puluhan tahun lalu terbuang dalam pengasingan di Pulau Buru. Di usianya menginjak 10 tahun, Pambudi harus ikut merasakan menjadi tahanan politik mengikuti kedua orang tuanya yang di cap sebagai pengurus Partai Komunis Indonesia di Jawa Timur.


Kejadiannya bermula ketika Pambudi baru saja pulang sekolah. Tiba-tiba ada beberapa anggota Garnisun menjemputnya, Pambudi langsung dibawa ke Pulau Buru. "Sebelum ibu dan bapak saya ditangkap saya, sudah dibawa ke Garnisun," ujar Pambudi.

Sejak saat itu kehidupannya mulai berubah. Hari demi hari harus dilalui Pambudi bersama anak-anak lain juga menjadi tahanan politik di Pulau Buru. Anak-anak itu mau tak mau ikut karena keterlibatan kedua orang tuanya dengan PKI. Saban hari anak-anak para tahanan politik ini harus bekerja di sawah. Mereka terpaksa meninggalkan sekolah. "Bapak saya salah satu tokoh di Jawa Timur ditangkap dulu," ujarnya. Namun Pambudi tak mau menyebut siapa nama lengkap kedua orang tuanya.

Seingat Pambudi, dia bersama dengan kedua orang tuanya adalah tahanan politik gelombang pertama mendekam di Pulau Buru. Dalam ingatannya, tercatat ada 84 keluarga tahanan politik dituduh terlibat dengan Partai Komunis Indonesia. Dari 84 keluarga itu, dia menyebutkan ada sekitar 200 anak seusianya yang harus merasakan hidup sebagai tahanan politik.

Saban hari, makanan diterima oleh para tahanan dan anak-anaknya pun disebut Pambudi tidak manusiawi. Para tahanan mendapatkan makanan yang tak layak buat dikonsumsi. "Apalagi pada saat itu musim paceklik. Makanannya beras bulgur (seperti makanan kuda) kalau tidak habis dimakan kuda sisanya dikasih kita. Kuda saja masih bisa makan enak , kita tikus saja bisa kita makan," tutur Pambudi.

Pambudi masih mengenang kejadian dialami oleh aparat ketika dia ikut menjadi tahanan Politik di Pulau Buru. Sebagai anak-anak, seharusnya dia tak merasakan siksaan sama seperti halnya orang dewasa. Paling diingat kata Pambudi ialah dia mengalami siksaan paling menyakitkan. Hampir semua giginya rontok akibat mengalami siksaan selama tujuh tahun mendiami Pulau Buru.

"Itu anak-anak gelombang satu disiksa seperti tahanan," kata Pambudi. selain giginya banyak yang tanggal, Pambudi juga mengaku sering mengalami penyiksaan jempol kakinya di jepit kaki kursi berkali-kali. "Padahal kan saya waktu itu masih anak-anak. Kalau orang tua saya PKI ya tidak masalah silakan saja, tetapi anak-anak tidak boleh dilibatkan,".

Selain kerap mengalami penyiksaan dan membekas, kini Pambudi pun memiliki pendengaran yang terganggu. Bukan tanpa sebab, ketika dia masih menjadi tahanan politik kala itu, Pambudi pernah dituduh mencuri singkong milik orang lain. Padahal kata dia, singkong itu didapat dari pamannya kebetulan juga tahanan politik di Pulau Buru. Namun aparat sudah kadung tidak mau tahu, sebagai hukuman, Pambudi harus tidur di dalam lonceng berukuran besar.

"Dipukuli, ditaruh di lonceng gede ukurannya sebesar roda sepeda motor terus ada kolong saya suruh tidur di situ. Kalau jam 12 malam dibunyikan sangat keras selama 3 hari 3 malam," kata Pambudi. [mdk]