Tatkala Perempuan Berjilbab Memberi Makan Anjing Liar

Namanya Desy Marlina Amin, perempuan 33 tahun yang berdomisili di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Perempuan berjilbab itu jadi buah bibir di media sosial, setelah membagikan foto dan cerita soal aktivitasnya memberi makan anjing-anjing liar.


Ada lima foto yang mula-mula dibagikan dari akun Facebook, Desy Marlina Amin, pada 9 Juni 2016. Dalam kelima foto itu, Desy terlihat mengenakan pakaian muslimah lengkap dengan jilbab, tak canggung memberi makan pada kerumunan anjing liar.

Foto-foto itu menjadi viral di Facebook. Senin (20/6/2016), lebih dari 2.000 pengguna Facebook membagikannya kembali, sekitar 3.400 tanda suka telah disematkan. Namun, di balik viral-nya foto-foto itu, muncul pro-kontra.

Sebagian netizen melempar komentar negatif. Mereka mempertanyakan status Desy sebagai perempuan muslim, tapi justru menyentuh dan memberi makan anjing. Sekadar catatan, pandangan mayoritas muslim, menyebut anjing sebagai binatang najis. Meski begitu, ada pula sejumlah ahli hukum Islam yang membantah klaim itu.

"Gimana yah pakai hijab syar'i. Nanti langsung salat saja mungkin. Sedangkan air liur anjing termasuk najis," tulis Elniswan Anis.

Di sisi lain, tak sedikit juga komentar positif dari netizen. "Inilah yang dinamakan ibadah sesama makhluk, walaupun memang anjing itu najis, setidaknya kita bisa menjaga jarak supaya ada pada titik-titik amannya," tulis Affan Daffa.

Adapun Desy, kepada BBC Indonesia, mengaku mulanya senang saat fotonya menuai banyak tanda suka, dan ramai dibagikan kembali. Namun, belakangan ia mesti mendapati komentar-komentar tak menyenangkan.

"Ini urusan saya dengan anjing, di luar kata iman, tapi di dalam kata amal. Ini masalah perasaan, masalah nyawa. Tapi orang mengaitkannya dengan agama," kata Desy.

Desy mengaku anjing-anjing yang diberinya makan bukan miliknya. Mereka merupakan gerombolan anjing liar, populasinya sekitar 20 ekor. Anjing-anjing itu berkeliaran sekitar 20-30 kilometer dari rumah Desy di Lombok Tengah --yang penduduknya mayoritas Muslim.

"Ada sekitar 40 ekor kucing di rumah. Anjing ada empat ekor di belakang rumah karena dia melahirkan di sana. Tapi anjing yang saya beri makan itu jauh dari rumah, ada 10 anjing kecil dan yang besar 12 ekor," katanya.

Seperti dilansir detikcom, Desy mengaku setiap bulan harus menyisihkan uang sekitar Rp3-4 juta, guna memenuhi biaya makanan bagi binatang-binatang terkasihnya itu.

Ihwal najis yang mungkin menempel saat berinteraksi dengan anjing, Desy mengatakan, "kan saya bisa bersihkan."

Pun menurut dia merawat binatang adalah amalan. "Siapa tahu dengan saya merawat binatang, amalan saya dapat dari situ. Amalan Tuhan yang memberi. Jadi jangan diperdebatkan apalagi sampai berkelahi di Facebook," kata Desy.

Sebagai informasi, di Pulau Lombok, NTB populasi anjing liar agaknya jadi masalah serius.

Salah satu indikasinya adalah anjing liar yang kerap berkeliaran di landasan pacu Bandara Internasional Lombok (BIL), Praya, Lombok Tengah, NTB.

Februari 2015, General Manager Angkasa Pura Airports BIL, Pujiono mengaku mesti menembak atau meracuni anjing, karena bisa membahayakan penerbangan.

"Tiap bulan kami meracun anjing, bisa mencapai 20 (ekor) lebih, kadang kita tembak. Tapi karena populasinya tinggi masih ada saja beberapa," kata Pujiono, dikutip Kompas.com (6 Februari 2015).

Laporan lain dari Lombok Post (30 Mei 2016), menyebut bahwa keberadaan anjing liar kerap mengejar dan mengancam masyarakat di Lombok. Masalah yang mengancam, misalnya penyakit rabies.

Kepala Dinas Pertanian, Kelautan, dan Peternakan Kota Mataram, H Mutawali pun mengaku telah melakukan eliminasi anjing liar (dengan racun). [brt]