Kurikulum Pendidikan di Indonesia Terlalu Mubadzir

"Silahkan hitung berapa lama kita menghabiskan usia sejak TK sampai kuliah? Apa yang sudah kita dapat dalam rentang waktu tersebut?" tanya Ustadz Budi Ashari di hadapan 130 peserta Pesantren Guru 2 di Kuttab Al Fatih, Depok 2-3 Januari 2013.


Menurut pakar Parenting Nabawiyah ini rentang sekolah sampai usia 22 tahun bukan untuk kepentingan pendidikan, namun hanya untuk menyalurkan gejolak. Karena remaja dipersepsi penuh masalah, maka dibuatlah berbagai lembaga dan kegiatan untuk menyalurkan gejolak dan energi mereka ke arah yang positif.

"Sehingga sampai usia kuliah begitu banyak mempelajari hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan yang berujung pada kemubadziran," katanya.

Alumni Fakultas Hadist dan Dirosah Islamiyyah di Universitas Madinah ini mencontohkan kemubadziran dalam kurikulum pembelajaran bahasa. Fungsi belajar bahasa adalah untuk bicara, mengerti saat orang bicara, paham literatur, bisa menulis literatur. Belajarnya pun cukup setahun saja.

"Kenapa mesti berlama-lama seperti sekarang? Dari usia TK sampai kuliah belajar bahasa Inggris, tapi bisakah menggunakannya? Inilah kurikulum mubadzir," tegasnya

Ia juga menekankan kepada para pendidik untuk memperhatikan kurikulum bagi anak-anak didiknya. Jangan sampai kurikulum membuang usia sehingga menghasilkan prestasi yang tidak tepat

"Tanyakan pada diri apakah kurikulum itu bermanfaat untuk dunia dan akhirat? Jika tidak tinggalkan saja," seru penulis Modul Panduan Kuttab Al Fatih ini di hadapan perwakilan 65 lembaga pendidikan yang hadir dari Jabodetabek, Bandung, dan Lampung.

Pakar sirah nabawiyah inipun mengajak para peserta untuk menengok sejarah. Melihat bagaimana Zaid bin Tsabit mampu menguasai bahasa Ibrani hanya dalam 17 hari di usianya yang belia, 11 tahun. Beliaupun menerangkan bahwa sejarah juga mencatat "ALLAMAH", yaitu ahli di berbagai bidang ilmu. "Karakter ilmu itu adalah holistik, menyeluruh. Maka menjadi ahli tidak hanya di satu bidang saja, tapi di segala bidang. Disebut ALLAMAH." jelasnya.

Allamah

Ibnu Qoyyim, Ibnu Sina, Al Khawarizmi, dan lainnya disebut sebagai "ALLAMAH". Tidak hanya pandai Al Qur’an dan Sunnah, tapi juga menguasai beberapa bidang ilmu pengetahuan sekaligus.

Dengan ini, seharusnya para pendidik muslim mulai menumbuhkan keyakinan dan keberanian untuk mengganti kurikulum yang tidak sesuai dengan Islam.

"Bahkan ada perumpamaan dalam Taurat dan Injil tentang generasi Rasulullah SAW: generasi Muhammad seperti pohon yang sangat rindang dan membuat kagum yang menanamnya, karena melebihi target yang diinginkan. Dan seharusnya ini menjadi panduan untuk kurikulum pendidikan kita." Tutur ayah 4 anak ini.

[Sumber: islampos]