Jangan Marah, Maka Kamu Akan Masuk Surga

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Berilah aku wasiat". Beliau menjawab, "Engkau jangan marah!" Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Engkau jangan marah!" [HR al-Bukhari].


Hadist diatas menceritakan seorang sahabat bernama Jariyah bin Qudamah Radhiyallahu anhu. Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang, sedang Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan.

Marah adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani rahimahullah berkata, "Adapun hakikat marah tidaklah dilarang karena merupakan perkara tabi'at yang tidak bisa hilang dari perilaku kebiasaan manusia."[Fat-hul Bari, X/520]

Marah banyak sekali menimbulkan perbuatan yang diharamkan seperti memukul, melempar barang pecah belah, menyiksa, menyakiti orang, dan mengeluarkan perkataan-perkataan yang diharamkan seperti menuduh, mencaci maki, berkata kotor, dan berbagai bentuk kezhaliman dan permusuhan, bahkan sampai membunuh, serta bisa jadi naik kepada tingkat kekufuran sebagaimana yang terjadi pada Jabalah bin Aiham, dan seperti sumpah-sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut syar'i, atau mencerai istri yang disusul dengan penyesalan.

Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah marah yang dilakukan karena menuruti hawa nafsu dan menimbulkan kerusakan.

Adapun marah terbagi dua yaitu ada yang terpuji dan yang tercela. Terpuji apabila dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dalam membela agama Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas, membela hak-hak-Nya, dan tidak menuruti hawa nafsu, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau marah karena ada hukum-hukum Allah dan syari'at-Nya yang dilanggar, maka beliau marah. Adapun yang tercela apabila dilakukan karena membela diri, kepentingan duniawi, dan melewati batas.

Ja'far bin Muhammad rahimahullah mengatakan, "Marah adalah pintu segala kejelekan." Dikatakan kepada Ibnu Mubarak rahimahullah , "Kumpulkanlah untuk kami akhlak yang baik dalam satu kata!" Beliau menjawab, "Meninggalkan amarah." Demikian juga Imam Ahmad rahimahullah dan Ishaq rahimahullah menafsirkan bahwa akhlak yang baik adalah dengan meninggalkan amarah.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , "Engkau jangan marah " kepada orang yang meminta wasiat kepada beliau mengandung dua hal.

Pertama : Maksud dari perintah beliau ialah perintah untuk memiliki sebab-sebab yang menghasilkan akhlak yang baik, berupa dermawan, murah hati, penyantun, malu, tawadhu', sabar, menahan diri dari mengganggu orang lain, pemaaf, menahan amarah, wajah berseri, dan akhlak-akhlak baik yang semisalnya.

Apabila jiwa terbentuk dengan akhlak-akhlak yang mulia ini dan menjadi kebiasaan baginya, maka ia mampu menahan amarah, pada saat timbul berbagai sebabnya.

Kedua : Maksud sabda Nabi ialah, "Engkau jangan melakukan tuntutan marahmu apabila marah terjadi padamu, tetapi usahakan dirimu untuk tidak mengerjakan dan tidak melakukan apa yang diperintahnya." Sebab, apabila amarah telah menguasai manusia, maka amarah itu yang memerintah dan yang melarangnya.

Apabila manusia tidak mengerjakan apa yang diperintahkan amarahnya dan dirinya berusaha untuk itu, maka kejelekan amarah dapat tercegah darinya, bahkan bisa jadi amarahnya menjadi tenang dan cepat hilang sehingga seolah-olah ia tidak marah.

Firman Allah:
"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." [Ali 'Imran/3 : 134].

Menurut syari'at Islam bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu melawan dan mengekang hawa nafsunya ketika marah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah." [HR. Bukhari & Muslim]

Imam Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan "bahwa melawan hawa nafsu lebih berat daripada melawan musuh." [Lihat Fat-hul-Bâri (X/518)]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang keutamaan orang yang dapat menahan amarahnya, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah k akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai." [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang sahabatnya, "Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga." [HR. Thabrani, hadist ini shahih]

Yang diwajibkan bagi seorang Mukmin ialah hendaklah keinginannya itu sebatas untuk mencari apa yang dibolehkan oleh Allah Ta'ala baginya, bisa jadi ia berusaha mendapatkannya dengan niat yang baik sehingga ia diberi pahalanya karena. Dan hendaklah amarahnya itu untuk menolak gangguan terhadap agamanya dan membela kebenaran atau balas dendam terhadap orang-orang yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sebagaiman Allah Ta'ala berfirman:

"Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tanganmu dan Dia akan menghina mereka dan menolongmu (dengan kemenangan) atas mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan Dia menghilangkan kemarahan hati mereka (orang Mukmin)..." [at-Taubah/9 : 14-15].

Ini adalah keadaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau tidak balas dendam untuk dirinya sendiri. Namun jika ada hal-hal yang diharamkan Allah dilanggar, maka tidak ada sesuatu pun yang sanggup menahan kemarahan beliau. Dan beliau belum pernah memukul pembantu dan wanita dengan tangan beliau, namun beliau menggunakan tangan beliau ketika berjihad di jalan Allah.

'Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya tentang akhlak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia menjawab, "Akhlak beliau adalah Al-Qur`an." [HR. Muslim, Ahmad, Nasai, Ibnu Majah dan ad Darimi]. Maksudnya beliau beradab dengan adab Al-Qur'an, berakhlak dengan akhlaknya. Beliau ridha karena keridhaan Al-Qur'an dan marah karena kemarahan Al-Qur`an.

Karena sangat malunya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghadapi siapa pun dengan sesuatu yang beliau benci, bahkan ketidaksukaan beliau terlihat di wajah beliau, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih pemalu daripada gadis yang dipingit. Apabila beliau melihat sesuatu yang dibencinya, kami mengetahuinya di wajah beliau." [HR. Bukhari & Muslim]

Sumber: almanhaj.or.id