Cerita Habibie yang Memegang Teguh Status Warga Indonesia

Berbicara soal nasionalisme, maka mantan Presiden BJ Habibie merupakan sosok yang patut dijadikan teladan. Kendati telah tinggal dan bekerja cukup lama di Jerman, ia tak menanggalkan status kewarganegaraannya.


Di tanah rantau, ia justru memiliki cita-cita untuk membangun bangsa Indonesia dengan mengabdikan semua ilmu yang diperoleh.  Dalam buku "Habibie dan Ainun" BJ Habibie mengungkapkan bagaimana momen-momen ketika rasa cinta Tanah Airnya diuji.

Salah satu momen yang tak terlupakan adalah bagaimana ia ditawarkan bekerja di Boeing. Tawaran itu datang mengingat karya S3 Habibie tentang konstruksi ringan kecepatan supersonic bahkan hipersonic.

"Pekerjaan dan fasilitasnya yang ditawarkan sangat menarik dan meyakinkan. Saya diberi waktu untuk mempertimbangkannya," ujar Habibie dalam buku itu.

Habibie lantas berdiskusi dengan Ainun mengenai masa depan keluarga dan bangsa Indonesia. Bagi Habibie pilihan ini cukup sulit. Karena bekerja di Boeing semua kebutuhannya tetang informasi dan pengalaman dalam bidang konstruksi ringan bisa terpenuhi.  Begitu juga soal rekayasa pesawat terbang, termasuk pembuatannya.

"Boeing adalah perusahaan besar, sehingga saya dapat tenggelam dalam permasalahan rinci tanpa memiliki gambaran mengenai penyelesaian seluruh permasalahan," katanya.

Akhirnya Ainun menyerahkan keputusan kepada Habibie dengan sebuah catatan. Persyaratan itu yakni agar Habibie tak lupa dan mengingkari sumpah yang pernah diucapkan ketika sakit keras berbaring di rumah sakit. Berikut bunyi sumpah tersebut;


Terlentang!Jatuh!Perih!Kesal!
Ibu pertiwi
Engkau pegangan
Dalam perjalanan
Janji pusaka dan sakti
Tanah tumpah darahku makmur dan suci.

Hancur badan!
Tetap berjalan!
Jiwa besar dan suci
Membawa aku Padamu!

Arti Padamu yang dimaksud dalam tulisan itu adalah Indonesia makmur dan suci dengan mengandalkan sumber daya manusianya.  "Setelah kami renungkan bersama, tawaran Boeing kami tolak dan kami memutuskan agar saya melamar pada perusahaan kecil di Hamburg," ujarnya.

Habibie merupakan sosok yang sangat dihargai di Jerman. Tak hanya di bidang pesawat, namun juga ia berperan dalam membangun industri kereta Jerman.

Tak ayal pemerintah Jerman menawarkan status kewarganegaraan. Namun sekali lagi Habibie menolak tawaran itu karena persoalan etik dan moral.

"Saya pernah menolak tawaran untuk menjadi warga negara Jerman karena nilai moral dan etik tak dapat menerima tawaran tersebut. Sehingga sebagai jalan tengah saya bersama istri diberi izin tinggal dan bekerja seumur hidup di Departemen Pertahanan Jerman," tutur Habibie.

"Saya selalu menganggap keberadaaan saya di tanah rantau sebagai masa transisi untuk mencari pengalaman. Pengalaman ini saya perlukan untuk kelak dapat membantu bangsa saya dalam perjuangan yang sedang mereka laksanakan."

Momen penting lain yang juga tak pernah terlupa adalah bagaimana Habibie mendapat tawaran dari Presiden Filipina Marcos untuk membangun industri penerbangan Filipina.

Tawaran tersebut disampaikan langsung Marcos saat Habibie sedang berkunjung ke negara tersebut terkait proyek pembuatan helikopter. "Selamat datang di antara bangsamu, Dr habibie," kata Marcos yang menyambut Habibie.

Setelah menjelaskan keinginan membangun industri dirgantara Filipina, Marcos lantas mengajukan penawarannya ke Habibie. "Saya berharap Dr Habibie menerima tawaran saya untuk ikut membangun pusat keunggulan teknologi canggih dalam bentuk industri dirgantara di Manila," kata Marcos.

Habibie meminta waktu untuk berpikir. Dua pekan kemudian setelah menimbang berbagai hal, Habibie menolak tawaran itu. Alasannya, ia mengaku pernah berjanji hanya akan pindah dari pekerjaan di Jerman jika pulang ke Indonesia.

[Sumber: republika.co.id]