Tiap hari, Zakaria melakukan sembahyang di mihrab besar dan menjenguk Maryam, anak iparnya yang diserahkan kepada mihrab oleh ibunya sesuai dengan nadzarnya sewaktu ia masih dalam kandungan. Zakaria memang ditugaskan oleh para pengurus mihrab untuk mengawasi Maryam sejak ia diserahkan oleh ibunya. Tugas pengawasan atas diri Maryam diterima oleh Zakaria melalui musyawarah yang dilakukan oleh para pengurus mihrab di kala menerima bayi Maryam yang diserahkan pengawasannya. Dengan perlahan, setiap hari, Nabi Zakaria yang sudah lanjut usianya, kepalanyanya sudah dipenuhi uban dan tulangnya sudah tak lagi kokoh, jalannya pun sudah bungkuk, pergi ke mihrab. Dia sudah tidak kuasa lagi untuk berjalan lebih jauh, selain ke tempat ibadatnya untuk beribadat dan memberikan pelajaran. Di tempat beribadat itulah dia setiap hari menunaikan kewajibannya.
Setelah larut malam, dia pulang ke rumahnya mendapatkan isterinya, Hana. Isteri Zakaria juga sudah lanjut usia dengan keadaan fisik yang juga sama dengan suaminya. Hana tiap hari berjualan di sebuah kedai kecil yang sekadar bisa untuk menyambung hidup keluarganya. Jika ada keuntungan lebih, maka itu langsung disedekahkan kepada orang yang lebih memerlukannya. Bila selesai berjualan, dia pulang ke rumah dan tidak ada yang lain yang dikerjakannya, kecuali beribadah, memuji, dan mensyukuri nikmat
Allah yang telah diberikan pada hari itu. Walau sudah tua, keduanya tidak putus pengharapan agar dikaruniai anak. Namun sebagai manusia biasa, mereka juga sadar jika usia mereka yang sudah kepala sembilan sepertinya mustahil untuk bisa memperoleh keturunan. Hal ini sering membuat mereka gundah-gulana. Namun walau demikian, mereka tetap memanjatkan doa pengharapan kepada Allah agar diberi jalan untuk bisa memperoleh anak. Inilah keadaan yang menimpa kedua orang shalih tersebut.
Suatu hari, Zakaria masuk ke mihrabnya seperti biasanya. Dia lalu masuk ke mihrab Maryam, seorang gadis kecil yang berada di samping mihrabnya sendiri. Didapatinya Maryam sedang tenggelam dalam pemikirannya, asyik dengan sembahyangnya, sedang dihadapannya tersedia aneka buah-buahan lezat musim panas yang di saat itu tidak akan bisa ditemui karena saat tersebut sedang musim dingin. Melihat kejadian ini Zakaria merasa heran. Dari manakah asal buah-buahan tersebut, sedangkan peraturan yang ada tidak membolehkan seorang manusia pun selain dirinya yang boleh masuk ke mihrab Maryam.
Dengan perlahan Zakaria bertanya pada Maryam, "Wahai Mariam, dari manakah datangnya buah buahan itu?" Maryam dengan lembut dan penuh sopan santun menjawab, "Makanan ini dari Allah. Allah telah mengirimnya kepada saya tiap pagi dan tiap petang tanpa saya minta. Janganlah engkau terperanjat, bukankah Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki?" Zakaria terdiam dan semakin sayang pada gadis kecil itu. Dalam hatinya tertanam keyakinan kuat bawl suatu hari gadis tersebut akan menjadi seseorang yang tidak biasa dan dekat dengan Allah. Zakaria lalu menengadahkan kedua belah tangannya, berdoa ke hadhirat Allah dengan segenap jiwa raganya, "Ya, Allah! Janganlah aku Engkau biarkan seorang diri, Engkau sebaik baik Zat yang memberi turunan. Ya Tuhanku, telah lemah tulang belulangku dan telah penuh uban di kepalaku, dan bukanlah aku seorang sial dalam berdoa kepadaMu. Sesungguhnya aku cemas akan keadaan keluarga yang akan kutinggalkan. Beri jualah kepadaku akan karunia-Mu seorang yang akan menjadi penggantiku!" Tiba-tiba Zakaria dikejutkan oleh suara lembut dan penuh damai yang ada di dalam ruangan tersebut yang diyakininya merupakan malaikat Allah. "Ya, Zakaria! Allah akan memberimu seorang anak keturunan yang bernama Yahya.
Belum ada manusia sebelumnya yang bernama Yahya." Suara itu begitu jelas terdengar. Walau hatinya diliputi kebahagiaan yang teramat sangat, namun Zakaria juga bingung karena dirinya dan isterinya sudah sangat tua. Menyadari hal tersebut suara itu terdengar kembali, "Janganlah cemas, bukankah Allah yang menjadikanmu, sedangkan sebelumnya kamu tidak ada? Dan Tuhan itu pulalah yang akan memberi engkau seorang anak." Walau sangat berbahagia, namun Zakaria masih belum yakin sepenuhnya. Orang tua itu lalu meminta tanda yang bisa memperkuat keyakinannya. Akhirnya Allah menyatakan jika Zakaria tidak akan bisa mengeluarkan suaranya selama tiga hari dan hanya bisa menggunakan bahasa isyarat sebagai tanda kebenaran-Nya. Hal ini benar terjadi dan tenanglah hati Zakaria. Tidak lama kemudian, isterinya yang sudah tua itu, lalu mengandung dan akhirnya melahirkan seorang anak yang suci dan mulia, serta diberi nama Yahya, seperti yang telah ditentukan Allah. Yahya tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas, kuat, dan shalih.
Walau masih muda belia, Yahya telah mampu menghafal isi kitab suci Taurat, paham dengan segala hal yang pelik, dan bijaksana. Sebab itu Yahya kemudian diangkat menjadi penengah jika ada soal-soal yang sulit untuk dipecahkan. Dia menjadi hakim yang adil. Dengan penuh keberanian, Yahya memutuskan segala perkara dengan adil, dan tidak gentar menghukum yang salah. Tidak seorang juga yang berani menentang kata dan melanggar aturan yang ditetapkannya.
Herodes dan Herodia
Suatu hari, Yahya mendengar Raja Herodes jatuh cinta dan akan menikahi Herodia, seorang gadis cantik yang masih berkerabat dekat dengannya. Menurut Taurat Musa yang juga dibenarkan oleh kitab suci al-Qur’an beberapa abad kemudian, antara Herodes dengan Herodia haram terikat tali pernikahan karena masih sedarah. Namun Herodes tidak mengindahkan Taurat dan tetap bersikeras akan mengawini Herodia. Herodia pun agaknya suka kepada Herodes.
Mendengar hal itu, Yahya dengan penuh keberanian menyatakan bahwa perkawinan Raja Herodes dengan Herodia tidak dibenarkan oleh agama ketika itu dan bertentangan dengan Taurat. "Demi Allah, perkawinan itu tidak akan pernah saya akui dan saya akan tentang sekeras-kerasnya!" ujar Yahya. Ada beberapa versi mengenai hubungan kekerabatan antara Herodes dengan Herodia. Menurut Abdullah bin Zubair, Herodia atau Harduba itu adalah anak Herodes itu sendiri. Sedang menurut as-Suddy, gadis itu adalah anak isterinya (anak tirinya) sendiri. Sedang menurut Ibnu Abbas, gadis itu adalah anak dan saudara lelaki dan Herodes sendiri. Hukum Taurat sama dengan hukum al-Quran yang sekarang ini, bahwa hal itu merupakan terlarang untuk pernikahan.
Keputusan Yahya membuat Herodia bersedih. Dia sudah bermimpi akan menjadi permaisuri yang disanjung-sanjung. Akhirnya timbul niat jahat dalam dirinya untuk merayu Yahya dan berbuat maksiat dengannya, agar nanti jika hal itu sudah terlaksana, Herodia mendapat alasan jika Yahya menyukai dirinya sebab itu melarang dirinya menikahi Herodes.
Namun Yahya tidak bergeming sedikit pun. Dia malah mengusir Herodia yang sudah merayunya dengan segala cara. Kepada Herodia, Yahya mengatakan jika Taurat menyatakan bahwa orang yang melakukan zina akan disiksa di hari kiamat dan berbau lebih busuk daripada bangkai. Mendengar hal itu Herodia marah dan malu. Semua lelaki di wilayah kerajaan sangat menginginkan dirinya, tetapi Yahya dengan tegas menolaknya mentah-mentah. Gagal merayu Yahya untuk berbuat zinah, akhirnya Herodia mendatangi Herodes dan berkata, "Jika engkau sungguh-sungguh cinta padaku, aku ingin satu bukti: Bunuhlah Yahya bin Zakaria!"
Herodes merupakan anak dari The Great Herodes yang berkuasa sebelumnya. The Great Herodes merupakan raja lalim yang telah membunuh ratusan nabi dan orang-orang shalih di negerinya. Tidak heran jika anaknya, Herodes, mempunyai perangi yang sama dengan ayahnya. Atas perintahnya, Yahya kemudian ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Herodia belum puas dan ingin melihat Yahya mati dengan cara yang mengenaskan. Akhirnya Herodes yang memiliki para penasehat kerajaan dari Imam-Imam Yahudi-Kabbalis, mengambil keputusan untuk memenggal leher Yahya. Kepala Yahya a.s. yang telah pisah dengan tubuhnya diletakkan di sebuah nampan dan dipersembahkan kepada Herodia. Melihat hal itu barulah Herodia puas dan tersenyum lebar.
Nabi Zakaria pun Dibunuh
Mendengar kematian anaknya yang sangat disayang, Nabi Zakaria a.s. sangat bersedih hati. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain memanjatkan doa kepada Allah. Tidak lama kemudian Zakaria mendengar bahwa tentara Herodes akan membunuhnya pula. Dengan sisa tenaga yang masih ada, Zakaria melarikan diri. Usianya yang sudah sangat lanjut menyebabkan dia tidak bisa lagi berlari jauh. Zakaria lalu bersembunyi di sebuah pokok pohon besar di sebuah klebun di dekat kota Yerusalem. Konon, saat Zakaria masuk ke dalam kebun, sebuah pohon yang teramat besar membuka dirinya dan mempersilakan Zakaria masuk ke dalamnya untuk bersembunyi. Tentara Herodes yang mengejar Zakaria mengepung rapat kebun tersebut.
Mereka memilah pokok-pokok pohon untuk mencari Zakaria, namun setelah lama mencari, Zakaria tidak ditemukan juga. Tentara Herodes lalu menyampaikan berita kepada rajanya bahwa Zakaria bagaikan hilang ditelan bumi di sebuah kebun dekat Yerusalem. Raja Herodes segera memanggil para Imam dan pendeta Yahudi-Kabbalah dan menyampaikan kejadian tersebut. Para Imam dan Pendeta Yahudi tersebut lalu meminta tolong kepada iblis lewat suatu ritual agar memberitahukan tempat persembunyian Zakaria. Atas pertolongan iblis inilah, maka tentaranya Herodes mengetahui jika Zakaria bersembunyi di dalam sebuah pohon yang paling besar. Mereka segera menemukan pohon yang paling besar dan membelahnya menjadi bagian-bagian kecil. Nabi Zakaria yang berada di dalamnya pun menemui ajal dengan kondisi yang amat mengenaskan.
Hukuman Dari Allah
Dengan kematian Nabi Yahya dan Nabi Zakaria, Allah kemudian menimpakan bencana demi bencana kepada Bani Israil yang terus-menerus melakukan kemaksiatan dan kezaliman di muka bumi. Bencana tersebut antara lain adalah serangan besar tentara Nebukadnezar dari Babylonia dan serangan dari Titus (Roma) yang menghancurkan kerajaan Herodes.
Alah berfirman dalam kitab suci al-Qur’an surat Al-Israa, ayat 48: "Dan Kami (Allah) putuskan (takdirkan) bagi Bani Israil dalam Kitab itu: Sesungguhnya kamu akan mengadakan kerusakan di bumi dua kali (berulang ulang), dan sesungguhnya kamu akan sombong dengan sebesar-besar kesombongan. Maka apabila datang perjanjian yang pertama dari yang dua itu, kami utus untuk menunjuki kamu, hamba hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang sangat, lalu mereka bersimaharajalela di seluruh negeri, dan adalah perjanjian itu sudah dilakukan. Kemudian Kami kembalikan kepada kamu kekuasaan atas mereka dan Kami beri kepada kamu harta dan anak, serta Kami jadikan kamu menjadi bilangan yang banyak (kembali).
Jika kamu berbuat kebajikan, berarti kamu berbuat kebajikan bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat kejahatan, bererti kamu berbuat kejahatan bagi dirimu. Maka apabila datang perjanjian yang akhir (Kami utus mereka) supaya mereka membusukkan akan muka muka kamu (merusak dan mengalahkan kamu), dan supaya mereka masuk ke dalam Masjid (maksudnya Baitul Maqdis), sebagaimana mereka sudah masuk ke dalamnya pertama kali, dan supaya mereka binasakan kamu selagi mereka berkuasa. Mudah mudahan Tuhan kamu mengasihi kamu, dan jika kamu kembali, Kami akan kembali (menyiksamu), dan Kami jadikan Jahanam bagi orang orang kafir sebagai kurungan."