Aksi para orang tua ini membuat guru takut bertindak. Bagaimana nasibnya pendidikan Indonesia jika guru takut memarahi muridnya karena takut pada orang tua?
Ada kisah menarik dari Letnan Jenderal KKO Ali Sadikin. KKO TNI AL kini dikenal dengan nama Marinir, pasukan elite Angkatan Laut.
Ali Sadikin diangkat jadi gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Soekarno. Dia dikenal tegas dan berani. Bang Ali membereskan semua masalah di Jakarta. Mulai dari calo tanah hingga kontraktor yang merugikan rakyat.
Yang membuat Bang Ali prihatin adalah soal kenakalan siswa di Jakarta. Beberapa anak sekolah sampai berani memukul gurunya. Para guru takut untuk memberikan hukuman karena anak-anak itu membawa senjata milik orangtua mereka yang aparat keamanan. Jika ada apa-apa, orangtua mereka pun sering mengancam guru.
Mendengar laporan ini sang jenderal Marinir marah sekali. Bang Ali menggeleng-gelengkan kepalanya karena sedih dan emosi. Bagaimana bisa murid sekurang ajar ini pada gurunya.
"Saya jadi backing para guru. Karena itu para guru tidak usah takut pada senapan yang ditodongkan kepadanya oleh murid atau orang tuanya. Saya punya 70.000 senapan. Laporkan kepada saya jika ada yang menghalang-halangi tindakan para guru. Saya akan bereskan! Ini sudah merupakan konsesus saya dengan kadapol Metro Jaya Brigjen Widodo," kata Ali Sadikin dalam memoarnya seperti ditulis Ramadhan KH.
Bang Ali berkali-kali mengancam anak-anak yang nakal dan orang tua yang membela. Dia selalu menyampaikan ancaman ini di pertemuan guru dan orang tua.
"Hanya orang tua yang bodoh, yang tak tahu diri yang selalu membela anak-anaknya yang jelas dan tak benar," teriak Bang Ali.
Setelah Bang Ali bersikap tegas, jumlah kenakalan pelajar pun berkurang. Tidak ada lagi laporan ada orang tua yang berani ancam guru.
Semoga ada pejabat setegas Bang Ali yang bisa membela para guru yang benar.
Guru Cubit Siswa karena Tak Salat
Muhammad Samhudi, pria berusia 46 tahun terpaksa harus merayakan Idul Fitri di balik jeruji besi, terpisah dari keluarganya. Nasib guru SMP Raden Rahmad, Kecamatan Balongbendo ini masih menggantung.
Samhudi duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Sidoarjo lantaran dijerat kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.
Namun, sidang dengan agenda tuntutan digelar kemarin terpaksa ditunda.
Hal itu lantaran Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo belum menyiapkan berkas tuntutan terhadap terdakwa Muhamad Samhudi (46), warga Dusun Serbo, Desa Bogempinggir, Kecamatan Balongbendo.
"Karena kami belum menyiapkan berkas surat tuntutan, maka sidang ditunda pekan depan (setelah Hari Raya Idul Fitri)," kata jaksa Andrianis, Kamis (30/6).
Pada persidangan sebelumnya, Muhamad Samhudi dianggap melanggar pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Peristiwa itu berawal saat dua siswa SMP Raden Rahmad Balongbendo, Syafirat Sanjani (15) dan Irfan Mahrus (15) dipanggil guru Bimbingan Konseling (BK) pada 3 Februari 2016.
Keduanya dipanggil lantaran tidak mengikuti Salat Dhuha. Setelah itu, kedua korban diminta membuka baju dan sepatu, dan mengalungkan sepatunya ke leher.
Samhudi lantas mencubit lengan korban di sisi kanan. Perbuatan Samhudi dilaporkan ke kantor polisi setempat. Karena berdasarkan hasil visum Puskesmas Balongbendo kedua murid itu memang terbukti dicubit.
Dalam sidang kemarin, beberapa guru se-Sidoarjo melakukan aksi unjuk rasa. Mereka memberikan dukungan kepada Samhudi.
[Sumber: merdeka.com]