Beginilah Kronologi Kematian Siyono Menurut Versi Mabes Polri

Kematian Siyono menyisakan pertanyaan besar terkait proses penangkapan dan penanganan terduga teroris yang dilakukan Detasemen Anti Teror (Densus 88). Kematian pria asal Klaten, Jawa Tengah itu menyisakan pertanyaan penting, apa yang sesungguhnya terjadi pada diri Siyono?

Polri Komisaris Besar Polisi Rikwanto

Dalam sebuah kesempatan juru bicara Markas Besar (Mabes) Polri Komisaris Besar Polisi Rikwanto menjelaskan kronologi kematian Siyono. Berdasarkan dari rekonstruksi yang dilakukan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri terungkap serangkaian peristiwa yang menyebabkan Siyono berkelahi hingga akhirnya meninggal dunia.

Menurut Rikwanto, dari rekontruksi kejadian itu tergambar sikap kooperatif Siyono pada polisi untuk menunjukkan tempat disembunyikannya senjata api dan ratusan butir amunisi.

"Siyono kemudian menunjukkan lokasi penyembunyian senjata api dan ratusan amunisi pemberian temannya di Wonogiri," kata Rikwanto, saat ditemui Dream di kawasan SCBD, Jakarta, Kamis, 14 April 2016.

Saat menuju lokasi yang ditunjukkan, borgol plastik di tangan Siyono dilepaskan petugas. Tindakan ini dilakukan polisi agar tidak memancing keanehan dari warga sekitar.

Tetapi, sesampai di lokasi, Siyono hanya berputar-putar. Merasa tak mendapat kejelasan, polisi akhirnya membawa Siyono kembali ke Yogyakarta.

"Dia muter-muter saja atau dia ngarang atau apa. Akhirnya, kembali menuju Yogya," ucap dia.

Saat perjalanan arah ke Yogyakarta, di antara Klaten dan Prambanan itulah terjadi perkelahian di dalam mobil Avanza. Menurut Rikwanto, awal mula perkelahian itu dipicu aksi penyikutan Siyono kepada petugas yang mengawalnya.

"Posisinya, petugas di kanan, dia (Siyono) di kiri. Supir di depan. Petugas disikut sama Siyono. Kena ininya (sembari menunjuk pelipis kiri)," ucap dia.

Terjadilah aksi perkelahian. Tetapi, petugas dapat mengalihkan posisi badan Siyono hingga melantai. Tetapi, meski dalam posisi terdesak Siyono masih mencoba melawan petugas.

"Kaki siyono coba menendang ke depan. Dung! Kena tuh kepala si supir," ujar mantan juru bicara Polda Metro Jaya ini menjelaskan.

Terkaget karena kena tendangan, supir yang mengemudikan mobil itu membanting setir kemudi ke arah trotoar. Polisi mengambil tindakan untuk melumpuhkan Siyono.

"Akhirnya dibenturkan ke pintu mobil. Kena sininya kan (menyentuh kepala belakang). Terus supaya Siyono tidak melakukan perlawanan, dada Siyoni, didengkul," kata dia.

Akibat desakan lutut itu, kondisi Siyono makin lemas. Polisi sempat membawa Siyono ke rumah sakit. Tetapi, nyawa Siyono tak tertolong.

Belakangan diketahui desakan dengkul petugas itulah yang menyebabkan beberapa tulang rusuk Siyono patah. Dari hasil uji foreksik yang dilakukan tim dokter forensik Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, patahan tulang rusuk itu menusuk jantung Siyono.

Ketua tim dokter forensik Muhammadiyah yang menangani autopsi, Gatot Suharto mengatakan menemukan luka intravital pada tubuh Siyono. Meski begitu, Gatot enggan memerinci bagaimana bentuk luka tersebur karena dibatasi kode etik kedokteran.

"Yang pasti luka tersebut akibat kekerasan tubuh ketika almarhum Siyono masih hidup," kata Gatot, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin, 11 April 2016. [drm]