"Waktu itu saya membaca buku mengenai surat-surat yang ada di Alquran, dan kesukaan saya membaca buku dari halaman belakang yang pada saat itu tertera surat Annas, Al Falaq, dan Al Ikhlas," ujarnya mengawali cerita.
Dari ketiga suratan pendek tersebut, Ong tertarik untuk mendalami makna Surat Al Ikhlas yang berisi tentang Ketuhanan. Maka, dicarinya buku-buku referensi di perpustakaan.
Selama setahun pencariannya, akhirnya memutuskan akan memeluk agama Islam. "Banyak hambatan yang saya hadapi, terutama dari lingkungan keluarga," ungkapnya.
Dengan tekad yang sudah bulat, akhirnya dia mengucapkan kalimat Syahadat pada usia 35 tahun. Setelah memeluk Islam, Ong menikahi wanita muslim.
"Pada pengucapan Syahadat pertama, saya anggap sebagai syarat memeluk Islam, tapi saat itu saya belum benar-benar paham agama ini, hanya memang hati saya sudah terketuk," kata pria kelahiran Purwokerto tersebut.
Apalagi saat itu, Ong merasa dikucilkan. Tidak hanya dari lingkup keluarganya, tetapi juga teman-teman komunitas dari keyakinan sebelumnya.
Selain itu, dia pun sempat diberi cobaan kehilangan harta. Terlebih saat itu, dia harus menghadapi dua anaknya sakit. Tanpa adanya biaya berobat, Ong pun menjual pakaian yang dimiliki dan dibayar tidak sesuai dengan harga obat yang harus dibeli.
Dari pergulatan batin akan datangnya cobaan tersebut, dia terus memperdalam tentang Agama Islam. Dia mencoba mengikuti kajian-kajian ajaran Islam dan mulai belajar membaca Alquran secara privat bersama guru ngaji.
"Kalau kajian keilmuan selain Alquran, saya bersama jamaah lain, dan juga ada kajian khusus atau halaqoh dengan jumlah jamaah yang tidak banyak," ungkapnya.
Dengan tertanamnya keyakinan dan kebenaran agama Islam yang semakin tumbuh, Ong merasa harus mengucapkan kalimat Syahadat lagi. Sebab, dari proses yang pertama, dirinya belum seratus persen yakin. Setelah melalui proses tujuh tahun pembelajarannya, Ong kembali mengucapkan dua kalimat Syahadat.
Dengan perjalanan panjang dan penuh liku tersebut, Ong merasa harus memiliki prinsip. Dari beberapa hal yang dialaminya, walaupun dengan ikhlas dipandang sebelah mata oleh keluarganya, dia tidak berputus asa.
Bahkan, kini kehidupannya pun terasa lebih tenang dan damai. "Saya masih silaturahmi dengan keluarga, karena Islam itu menganjurkan selalu tersambungnya tali silaturahmi," ucap pria murah senyum ini.
Kini, Ong dan istrinya, Erma Hanura lebih fokus dalam membesarkan keenam anaknya dengan menanamkan ilmu agama sejak dini dan dititipkan dalam lingkungan pesantren. Bahkan, ada anaknya yang mendapat beasiswa karena hapalan Alquran.
Di samping fokus membesarkan anak-anaknya dengan ilmi agama, Ong juga melayani jasa bekam, pijat, serta berjualan obat herbal dan nasi goreng. [jpnn]