Panglima TNI: Bayar Tebusan Kepada Abu Sayyaf Berarti Kita Pengecut

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Gatot Nurmantyo, mengaku selalu siap untuk melakukan operasi militer membebaskan warga Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina. Namun hal itu baru bisa dilakukan setelah Indonesia dan Filipina menandatangani kesepakatan kerja sama.


"Semuanya ini baru pembicaraan saja. Operasinya belum. Kemudian harus ditindaklanjuti, duduk bersama, buat MoU (kesepakatan kerja sama). Belum sampai situ, belum merumuskan formulasinya bagaimana," kata Gatot di kantor Menkopolhukam, Jakarta, pada Jumat, 1 Juli 2016.

Gatot menegaskan, TNI didesain untuk selalu siaga melakukan opersi militer, termasuk pembebasan sandera di mana pun. Namun setiap operasi militer harus dipikirkan dan disiapkan secara matang.

"Kita selalu memperkirakan segala kemungkinan dan menyiapkan opsi-opsinya. Selain perintah Presiden, saya tidak akan lakukan, karena yang punya tanggung jawab Presiden," ujarnya.

Ia menambahkan, kekuatan TNI untuk melakukan operasi militer tidak boleh diragukan. TNI selalu memperkirakan semua kemungkinan dan menyiapkan berbagai opsi untuk menyelesaikannya.

"Kita punya pesawat. Kita terbangkan saja selesai, mau terjun, bawah laut. Tapi kita ini bangsa yang bertetangga. Tiap negara punya hukum masing-masing," ujarnya.

Menurut Gatot, tujuh warga Indonesia yang disandera Abu Sayyaf telah dipecah menjadi dua kelompok. Namun dia enggan menjelaskan di mana saja keberadaan mereka.

"Sekarang saya bilang tahu, besok berubah lagi tempatnya, geser lagi. Sekarang ini negosiasi sama siapa. Kita mencari benar (atau) tidak yang dibicarakan itu. Ini harus bener-benar kita cari," katanya.

Gatot menegaskan menolak pembebasan sandera dengan cara memenuhi tebusan yang diminta Abu Sayyaf. "Saya sangat amat menentang dengan cara pembayaran, karena menunjukkan bangsa pengecut dan sapi perah. Jangan mau kita bayar," ujarnya.

[Sumber: viva.co.id]